Cara Mahyong – Salah satu kegiatan rutin yang tidak luput dalam keseharian kita tentunya adalah makan. Namun tahukah kalian bahwa dalam beberapa tradisi budaya, suku dan adat, kegiatan makan ini memiliki tata krama dan etika tersendiri yang sangat dipegang erat secara turun temurun.
Etika makan bukan hanya sekadar tentang bagaimana cara menikmati hidangan, tetapi juga sikap hormat, kebersamaan, dan kesopanan yang harus dijaga selama berada di meja makan. Mulai dari cara duduk hingga cara berbicara saat makan, semuanya memiliki aturan tersendiri yang harus dipatuhi. Semua ini merupakan salah satu cara bersyukur, menghargai apa yang telah kita peroleh.
Dalam tradisi masyarakat Jawa sendiri, etika makan mencerminkan penghormatan terhadap leluhur dan menanamkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan dari generasi ke generasi seperti rasa syukur, penghormatan, kepedulian, dan disiplin.
Larangan saat makan di masyarakat jawa bukan hanya tentang etika dan tata krama. Menerapkan larangan ini dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu kita menjadi pribadi yang lebih baik dan bertanggung jawab.
Berikut 5 etika makan dalam tradisi Jawa yang masih di pegang teguh hingga saat ini.
1. Tidak boleh makan di depan pintu
Kenapa tidak boleh makan di depan pintu? Secara sosial, hal ini tergolong tidak sopan karena kita menghalangi keleluasaan orang untuk keluar masuk lewat jalur satu-satunya tersebut. Secara tradisi dan kepercayaan, ada beberapa alasan kenapa dilarang makan di depan pintu:
- Tidak menghormati: Menurut kepercayaan Jawa, leluhur dan juga penghuni dunia lain sering lalu lalang melewati pintu rumah. Secara tidak langsung, makan di depan pintu akan dianggap tidak menghormati mereka.
- Membawa sial: Ada mitos yang mengatakan bahwa makan di depan pintu dapat membawa sial, seperti kesulitan mendapatkan jodoh atau rezeki yang seret. Ini kembali lagi berhubungan dengan poin pertama, dimana kita secara tidak sengaja menyinggung penghuni dunia lain.
- Tidak sopan: Makan di depan pintu dianggap tidak sopan dan menunjukkan sikap tidak menghargai orang lain (penghuni rumah atau tetangga).
2. Tidak boleh makan sambil berdiri
Apapun ceritanya, makan sambil berdiri tentu memberikan kesan yang sedikit canggung, namun bukan berarti tidak ada yang melakukannnya di jaman sekarang. Hal seperti ini biasanya lumrah di pesta-pesta, terutama hidangan ringan seperti kue atau cemilan.
Meski demikian, makan sambil berdiri itu tidak diperbolehkan secara tradisi Jawa apapun ceritanya. Berikut beberapa alasannya:
- Rasa syukur dan terima kasih: Tradisi makan sambil duduk di Jawa telah diwariskan turun-temurun dan dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan rasa terima kasih atas rezeki yang diberikan.
- Menjaga Kesopanan: Makan sambil berdiri dianggap tidak sopan dan kurang estetis. Posisi duduk dianggap lebih rapi dan membantu menjaga kebersihan tangan dan pakaian dari cipratan makanan.
- Menghargai Makanan: Makan sambil berdiri berisiko untuk menumpahkan makanan tanpa sengaja. Duduk dengan tenang saat makan memungkinkan untuk fokus pada rasa dan menikmati hidangan dengan lebih baik.
- Menjaga Kesehatan: Makan sambil berdiri dapat menyebabkan tersedak saat menelan makanan. Posisi duduk dapat membantu proses pencernaan makanan di lambung bekerja dengan optimal dan mencegah asam lambung naik.
- Kebersamaan: Makan sambil duduk memungkinkan untuk berbagi makanan dengan lebih mudah dan sopan. Posisi duduk yang berdekatan memudahkan untuk menyajikan dan menerima makanan dari orang lain.
3. Jangan makan sambil rebahan atau tiduran
Terkadang, ada kalanya kita senang untuk makan sambil rebahan atau tiduran terutama saat sedang mager atau santai. Namun hal itu sebenarnya bertolak-belakang dengan budaya tradisi Jawa. Ini alasannya:
- Tidak Sopan: Makan sambil tidur dianggap tidak sopan dalam budaya Jawa. Hal ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap kebersihan dan kurangnya penghargaan terhadap makanan.
- Ketidakberuntungan: Mitos Jawa kuno percaya bahwa makan sambil tidur dapat membawa sial dan ketidakberuntungan.
- Kesehatan: Makan sambil tidur dapat mengganggu proses pencernaan karena posisi tubuh yang tidak ideal dan fokus yang terpecah. Risiko tersedak juga lebih tinggi.
- Kebersihan: Makan sambil tidur mudah membuat lantai rumah kotor dipenuhi remah-remah makanan dan tumpahan minuman. Hal ini dapat menjadi sumber penyakit dan kuman.
4. Jangan suka menyisakan makanan
Saat perut mulai kenyang, tentu tidak baik untuk memaksakan diri menghabiskan makanan yang tersisa. Meskipun bukan maksud hati, tapi menyisakan makanan itu sangatlah tidak baik, tidak peduli apakah itu karena sayuran yang tidak kita sukai ataupun karena sudah kenyang.
Berikut alasan kenapa menyisakan makanan itu tidak baik:
- Rasa syukur: Menyiakan makanan sama artinya tidak bersyukur atas rezeki yang telah diperoleh. Masyarakat Jawa percaya bahwa makanan adalah berkah dari Tuhan dan harus disyukuri dengan cara menghabiskannya.
- Menghormati leluhur: Menurut tradisi Jawa, sisa makanan melambangkan ketidakhormatan kepada leluhur yang telah menyediakan makanan. Leluhur dipercaya selalu hadir saat makan dan harus dihormati dengan menghabiskan makanan yang telah disajikan.
- Rasa Kepedulian: Menyisakan makanan berarti membuang sumber daya yang berharga. Di Jawa, masih banyak orang yang kekurangan pangan. Menyisakan makanan berarti mengabaikan kebutuhan mereka dan dianggap tidak peduli terhadap sesama.
- Menjaga Keseimbangan Alam: Produksi makanan membutuhkan banyak sumber daya alam, seperti air, tanah, dan energi. Menyiakan makanan berarti membuang sumber daya alam secara sia-sia dan mengganggu keseimbangan alam.
- Disiplin: Larangan menyisakan makanan juga bertujuan untuk mengajarkan kedisiplinan kepada anak-anak. Dengan menghabiskan makanan, mereka belajar untuk menghargai makanan dan tidak membuang-buang barang.
5. Tidak boleh berbicara / ngecap saat ngunyah
Tidak jarang kita jumpai saat di meja makan, kita akan ngobrol dan bercerita untuk meramaikan suasana. Hal ini lumrah dan tidak dilarang. Namun ada baiknya jika kita mengunyah dan menelan makanan di mulut kita terlebih dahulu sebelum kita berbicara.
Ini beberapa alasan kenapa tidak boleh berbicara / bersuara saat mengunyah makanan:
- Kesopanan: Makan sambil bicara dianggap tidak sopan dan kurang estetis dalam budaya Jawa. Hal ini menunjukkan sikap tidak menghargai makanan.
- Menghormati Leluhur: Tradisi makan di Jawa diwariskan turun-temurun dari leluhur. Menjaga tata krama makan, termasuk menghindari bersuara saat makan (ngecap), merupakan bentuk penghormatan terhadap mereka.
- Kebersihan: Berbicara saat mengunyah (ngecap) dapat menyebabkan sisa makanan muncrat keluar dan mencemari makanan lain. Hal ini dianggap tidak higienis dan dapat menimbulkan penyakit.
- Kesehatan: Berbicara saat makan dapat menyebabkan udara masuk ke dalam pencernaan, yang dapat menyebabkan perut kembung dan begah. Ngecap juga dapat membuat seseorang tersedak, terutama saat makan makanan yang keras atau cair.
Itulah tadi beberapa etika meja makan dan larangan saat makan secara tradisi orang Jawa. Menjaga tata krama makan di Jawa bukan hanya tentang menghormati tradisi, tetapi juga tentang menjaga nilai-nilai luhur seperti kesopanan, rasa hormat, dan penghargaan terhadap leluhur.
Dengan mempelajari, menerapkan, dan melestarikan budaya ini, kita dapat menjaga warisan leluhur dan memperkaya khazanah budaya Indonesia.