Dalam konferensi pers Perkembangan Terbaru Pemberantasan Judi Online secara online lewat YouTube dan Zoom, Jumat (24/5), Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyebutkan bahwasanya akan melakukan pemblokiran akses untuk aplikasi yang tidak kooperatif dalam pemberantasan judi online di Indonesia.
Salah satu aplikasi yang terkena imbas ultimatum keras ini adalah aplikasi pesan instan Telegram. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, aplikasi pesan instan buatan Nikolai dan Pavel Durov itu adalah satu-satunya platform digital yang tidak kooperatif untuk memberantas konten judi online.
“Tinggal Telegram yang tidak kooperatif. Dicatat teman-teman, silakan ditulis di media. Hanya Telegram yang tidak kooperatif,” kata Budi.
Menkominfo pun mengingatkan Telegram untuk kooperatif, segera memblokir konten judi online yang diminta pemerintah.
“Saya peringatan kepada platform Telegram kalau tidak kooperatif akan saya tutup,” tegasnya.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap maraknya aktivitas judi online yang diduga memanfaatkan platform tersebut.
Denda 500 Juta Bagi Platform Bandel
Menkominfo juga menekankan akan mendenda sebesar Rp 500 Juta jika masih menemukan konten judi online tersebar di platform digital seperti X (dulu Twitter), Meta (induk Facebook, Instagram, WhatsApp), Telegram, Google, dan TikTok.
“Kepada seluruh pengelola platform digital seperti X, Telegram, Google, Meta, dan TikTok, jika tidak kooperatif untuk memberantas judi online di platform anda, maka saya akan mengenakan denda sampai dengan Rp500 Juta rupiah per konten. Saya ulangi, saya akan denda sampai dengan Rp500 Juta per konten,” tegas Budi Arie.
Menurut Menteri Budi Arie, langkah itu diambil sesuai dengan regulasi yang telah berlaku di Indonesia yaitu Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta ketentuan perubahan dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Privat serta ketentuan perubahan.
“Denda kepada platform digital dikenakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kominfo,” tutur Budi.
Ia pun menyinggung sejauh ini beberapa platform cukup kooperatif. Salah satunya adalah Google. Pemerintah dan Google nantinya akan berdiskusi seputar pemberantasan judi online dengan Kominfo pada pekan berikutnya.
Bukan Hanya Platform, ISP Juga Wajib Kooperatif
Sementara itu, bagi Internet service provider (ISP) yang ketahuan melayani judi online, Budi Arie menegaskan pihaknya akan mencabut izin operasi perusahaan tersebut. Tidak hanya itu, Kominfo juga akan mengumumkan perusahaan ISP yang melanggar.
“Kedua, kepada seluruh penyelenggara internet atau ISP, jika tidak kooperatif dalam pemberantasan judi online, saya tidak segan-segan mencabut izin Anda, yang digunakan untuk memfasilitasi permainan judi online. Kita akan umumkan nama-nama ISP itu,” imbuhnya.
Kebijakan pencabutan izin ISP dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Peraturan Menkominfo Nomor 13 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, dan Peraturan Menkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Privat serta Ketentuan Perubahannya.
Terkait ISP, Budi Arie turut meminta 1.011 penyedia layanan internet di Indonesia untuk melakukan sinkronisasi otomatis dalam memperbarui (update) daftar konten negatif termasuk judi online ke Domain Name System (DNS) TrustPositif Kominfo.
Sejauh ini, baru sebanyak 35 persen ISP dari total 1.011 ISP yang melakukan sinkronisasi otomatis. Oleh karenanya, Kominfo memberikan sanksi berupa surat teguran pertama terhadap 26 ISP dan surat teguran kedua terhadap 31 ISP.
Reaksi Masyarakat
Wacana pemblokiran Telegram ini mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Beberapa pengguna mendukung langkah pemerintah dengan alasan bahwa judi online memang harus diberantas.
“Saya setuju dengan keputusan ini karena judi online merugikan banyak orang, terutama generasi muda,” kata Rudi, seorang pengguna Telegram di Jakarta.
Namun, tidak sedikit pula yang mengkritik kebijakan ini. Mereka berpendapat bahwa pemblokiran tersebut terlalu berlebihan dan merugikan pengguna yang menggunakan Telegram untuk komunikasi sehari-hari.
“Kami yang menggunakan Telegram untuk bisnis jadi terhambat. Seharusnya pemerintah bisa lebih selektif dan tidak langsung memblokir seluruh akses,” ujar Siti, seorang pengusaha online.
Apabila terjadi, pemblokiran Telegram tentu saja berdampak signifikan pada penggunaannya di Indonesia. Banyak pengguna yang mulai mencari alternatif pengganti aplikasi pesan instan telegram seperti WhatsApp, Signal, atau Line.
Namun, beberapa di antara mereka merasa kesulitan beradaptasi dengan platform baru dan kehilangan data penting yang tersimpan di Telegram.
Pakar teknologi informasi, Bambang Heriyanto, memberikan pandangannya terkait kebijakan ini.
“Pemblokiran aplikasi adalah langkah terakhir yang seharusnya diambil setelah semua upaya lain gagal. Pemerintah seharusnya bisa bekerja sama dengan pihak Telegram untuk mengatasi masalah ini tanpa harus memblokir akses sepenuhnya,” jelas Bambang.
Ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya judi online dan bagaimana melindungi diri dari aktivitas ilegal tersebut.